“Kami berharap Gubernur Sulut Yulius Selvanus, bisa mempertimbangkan dan memperhatikan masalah yang menimpa warga Petani Kalasey II. Tuntutan kami, kembalikan apa yang menjadi hak kami. Jika tidak memungkinkan, kami menagih ganti atas lahan yang kami garap selama puluhan tahun”.
KETUA ORGANISASI TANI LOKAL (OTL) DESA KALASEY II, DENNI TUMEI.
Pilarmanado.com, KALASEY – Buntut belum terealisasinya ganti rugi lahan pertanian, puluhan petani Kalasey II, Kecamatan Mandolang, Kabupaten Minahasa, kembali melakukan aksi pemasangan baliho sebagai bentuk protes terhadap sikap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut).
Selain itu, mereka juga menyuarakan dimana areal yang dijadikan sebagai lokasi pembangunan Politeknik Pariwisata, dilakukan dengan cara – cara represif dan tidak partisipatif.

Mereka menandaskan, pemasangan baliho di lahan yang digarap para petani secara turun – temurun, merupakan peringatan atas penggusuran dengan kekerasan di masa pemerintahan Gubernur Sulut, Olly Dondokambey
Ditandaskan warga petani, penggusuran lahan mereka bukan sekadar peristiwa biasa, melainkan perbuatan anarkis, dimana pemerintah dan aparat keamanan melakukan eksekusi secara sepihak, dengan dalih kalau lahan tersebut telah dihibahkan Pemprov Sulut kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), lewat Surat Keputusan (SK) Hibah Gubernur, Nomor 381 Tahun 2021.
“Kami Petani Kalasey dua merasa dirugikan negara, karena lahan yang kita dijadikan kebun telah dikelola secara turun – temurun. Namun semuanya sirna seiring digusurnya lahan garap pada 7 November 2022. Peristiwa ini tidak akan kami lupakan,” ketus Ketua Organisasi Tani Lokal (OTL) Desa Kalasey, Denni Tumei, Senin, (30/06/2025).
Parahnya lagi, ganti rugi tidak kunjung diberikan pemerintah, meski keberatan demi keberatan kerap telah mereka disampaikan. Pemerintah (Pemprov Sulut-red) kata Denny, terkesan cuci tangan dengan janji – janji muluk mereka.

Berkaca dari peristiwa tersebut, warga petani Desa Kalasey II, berharap kepada Gubernur Sulut, Yulius Selvanus, dapat menyelesaikan persoalan ganti rugi yang layak, karena merupakan hak mereka.
“Sekarang ini, sebagian lahan telah dibangun proyek pembangunan. Sebagai orang kecil, kami masih berharap adanya kepastian hukum atas sisa tanah pertanian yang digarap, dapat dikembalikan,” imbuh Denny.
Disebutkan Denny, lahan – lahan sisa tersebut merupakan harapan mereka, tidak hanya untuk kelangsungan hidup, tapi juga untuk meringakan beban mengongkosi pendidikan anak – anak mereka,” tandas Denny.
Penulis: Refly Sanggel.
Editor : Indra Ngadiman.