Pilarmanado.com, MANADO – Firasat Mokodompit menyayangkan peristiwa ancaman atau intimidasi yang dilakukan lima oknum polisi terhadap Sangadi Tadoy1, Sangadi Tadoy Induk dan Sangadi Bantik, Rabu (23/10/2024).
Menurut Tokoh Bolaang Mongondow Raya (BMR) itu, kejadian yang melibatkan oknum polisi dari kepolisian sektor (Polsek) Bolaang dan kepolisian resor (Polres) Bolaang Mongondow (Bolmong), merupakan bentuk pembangkangan atas instruksi Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), yang menghendaki jajarannya bersikap netral pada pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada).
Dikatakan Firasat, dirinya sangat keberatan dengan sikap oknum polisi saat mendatangi ketiga sangadi dan secara paka memerintahkan untuk menurunkan bendera Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan.

Bahkan dengan nada ancaman, kelima oknum polisi itu mengultimatum ketiga sangadi untuk menuruti kemauan mereka, jika tidak ingin berhadapan dengan Polres Bolmong.
Sebaliknya, meski diancam atau diintimidasi, ketiga sangadi tidak menggubris larangan tersebut, lantaran tak ingin bermasalah dengan rakyatnya. Firasat menambahkan, pemasangan bendera partai merupakan hak kedaulatan rakyat dan dilindungi undang – undang.
Imbas dari kejadian itu, Firasat pun melayangkan surat terbuka kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, seiring memanasnya dinamika politik menjelang Pemilukada di daerah itu.
Firasat melalui suratnya yang diunggah melalui media sosial (Medsos), Kamis (24/10/2024), menyentil penyampaian Kapolri di setiap kesempatan, dimana jajarannya akan mengawal pesta demokrasi Pilkada serentak di seluruh Indonesia.
Selain itu, dia juga mengatakan, untuk mengawal pesta demokrasi, kepolisian harusnya berpegang teguh pada undang – undang, sebagai bentuk pengayom rakyat, bukan sebaliknya bertindak semena – mena.
Dia juga menyebutkan, harusnya kepolisian berpegang teguh pada undang – undang, menjaga netralitas sebagai pengayom rakyat dan menjaga marwah Polri sebagai alat negara untuk melindungi rakyat.
“Penegasan Kapolri itu hampir selalu disampaikan di setiap kesempatan, dimana jajarannya akan mengawal pesta demokrasi Pilkada serentak di seluruh Indonesia,” ujar Firasat.

Dasar itulah Firasat pun memohon kepada Kapolri Listyo, untuk menegur sekaligus menertibkan anggota kepolisian di Sulut, yang terbukti mencederai demokrasi dengan perbuatan melawan hukum.
“Setiap Warga Negara Indonesia (WNI) mempunyai hak politik dan hak kedaulatan yang dilindungi konstitusi. Sebaliknya, siapa pun itu tidak boleh melakukan intervensi maupun intimidasi kepada rakyat menetukan hak politiknya,” tandas Firasat.
Sekadar diketahui, surat terbuka Firasat itu, juga ditujukan kepada Kapolda Sulut, Roycke Harry Langie, mengingat peristiwa yang terjadi di Bolaang Mongondow Raya, merupakan wilayah hukum Polda Sulut.
Sebelumnya Kapolda Sulut yang diwawancarai wartawan, menginstruksikan aparat kepolisian pada Pemilukada serentak, mengedepankan netralitas. Roycke menegaskan, undang -undang secara jelas menyebutkan, TNI – Polri tidak punya hak pilih, sehingga harus netral.
“Saya perintahkan semua satuan sampai jajaran bawah tetap netral. Karena TNI – Polri tidak punya hak pilih, jadi harus netral,” tandas Roycke, usai menyaksikan latihan bersama pengendalian massa (Dalmas) oleh personel Polda Sulut dan Kodam XIII/Merdeka, Selasa (22/10/2024).
Penulis: Indra Ngadiman