Pilarmanado.com, MANADO – Kantor Cabang (Kancab) Kejaksaan Negeri (Kejari) Beo, masih menunggu jawaban Inspektorat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Talaud, terkait penyalahgunaan dana desa (Dandes) Matahit, Kecamatan Beo Selatan, senilai ratusan juta rupiah.
Imbasnya, dugaan perbuatan melawan hukum yang dilaporkan warga ke Kejari Beo, pada 2018, 2019 dan 2024, hingga kini belum berproses alias jalan di tempat. Parahnya lagi, belum sekali pun pelaku diperiksa penyidik, meski penyimpangan yang dilakukan telah cukup bukti..
“Untuk laporan ini, kami sudah melakukan telaah. Namun, sebelum perkaranya ditingkatkan ke tahap penyelidikan, kami masih menunggu surat jawaban dari inspektorat terkait Tuntutan Ganti Rugi (TGR) kepada oknum kepala desa,” ujar kepala cabang kejaksaan negeri (Kacabjari) Beo, Rahmad Abdul, S.H.
Rahmad menjelaskan kalau laporan kasus tersebut baru diterima pihaknya pada Maret 2024. Meski begitu dia tidak merinci batas waktu jawaban dari inspektorat Kepulauan Talaud.
Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dan anti korupsi Sulawesi Utara (Sulut), Refli Sanggel, yang dihubungi terpisah mengatakan, dandes merupakan salah satu terobosan pemerintah pusat dalam membangun desa di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Penggunaan Dandes, kata Refli, memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, pelayanan kepada masyarakat desa, pendapatan dan masyarakat, serta mendukung program infrastruktur sesuai dengan potensi dan karakteristik desa.
“Program ini tidak akan berjalan dengan baik, bahkan sebaliknya menjurus terjadinya penyimpangan anggaran, bilamana institusi yang mempunyai otoritas dalam pengawasan, tidak melakukan tanggung jawabnya dengan baik,” tandas Refli, kepada Pilarmanado.com, Selasa (23/07/2024).
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Indonesia Anti Korupsi (Inakor) Sulut, Rolly Wenas, menandaskan, tidak ada alasan bagi Kejari Beo, untuk menunda penyelidikan perkara tersebut, sepanjang tak memiliki alasan logis.
“Untuk kepentingan hukum dan suatu kepastian hukum serta mengedepankan hak asasi warga yang sudah melapor, kami pikir Kepala Kejari setempat bisa menggunakan wewenang dan otoritas mereka yang diberikan negara, sesuai aturan dan undang undang untuk segera meningkatkan kasus itu,” jelas Rolly..
Disebutkan Rolly, tidak logis kalo Kajarinya menjadikan suatu keharusan untuk tindak lanjut kasus korupsi, harus menunggu sekian lama jawaban dari inspektorat.
Sementara Ketua LSM Rakyat Anti Korupsi (RAKO) Sulut, Harianto Nanga juga angkat bicara dan mengkritik kinerja Inspektorat Kabupaten Kepulauan Talaud.
Menurutnya, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 2 Tahun 2017, jelas diterangkan dimana TGR diberikan kesempatan pengembalian paling lama 24 bulan.
Inspektorat Kabupaten Talaud, menurut dia, harusnya dievaluasi karena sangat terkesan berusaha melindungi para koruptor. Inspektorat mempunyai tugas membantu kepala daerah, membina dan mengawasi pelaksanaan urusan pemerintahan.
“Inspektorat memiliki tanggung jawab serta kewenangan untuk menagawasi pelaksaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, bukan justru melindungi pelanggar hukum,” ketus Harianto.
Beberapa Warga Desa Matahit yang diwawancarai Pilarmanado.com, menyesali sikap penyidik kejaksaan yang dinilai lamban menangani perkara tersebut. Padahal kata warga, laporan yang mereka bawa ke kejaksaan sudah menyita waktu kurang lebih 6 tahun.
“Kalau bagini lenggangnya kejaksaan menangani perkara korupsi, jangan harap daerah ini akan maju dan berkembang. Begitu juga dengan tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dalam memberantas korupsi pasti akan hilang,” ujar warga.
Penulis/Editor: Indra Ngadiman