Pilarmanado.com MANADO – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulawesi Utara (Sulut), melakukan pemetaan potensi Tempat Pemungutan Suara (TPS) rawan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Pemetaan dilakukan untuk mengantisipasi gangguan atau hambatan di TPS pada hari pemungutan suara.
“Terdapat 4 indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, 6 indikator yang banyak terjadi, dan 7 indikator yang tidak banyak terjadi, namun tetap perlu diantisipasi,” tukas Pimpinan Bawaslu Sulut, Steffen Linu, dalam Launching TPS Rawan dan Koordinasi Bersama Media Pada Persiapan Peliputan Tahapan Pengawasan Pungut – Hitung Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2024, di kantor Bawaslu Sulut, Senin (25/11/2024).
Dia menjelaskan pemetaan kerawanan tersebut dilakukan terhadap 8 variabel dan 25 indikator, diambil dari sedikitnya 1.568 kelurahan/desa di 15 kabupaten/kota. Pengambilan data TPS rawan dilakukan selama 6 hari, 10 hingga 15 November.
Ada pun variabel dan indikator potensi TPS rawan yakni, penggunaan hak pilih (DPT yang tidak memenuhi syarat, DPTb, Potensi DPK, Penyelenggaea Pemilihan di luar domisili, pemilih disabilitas terdaftar di DPT, dan/atau Riwayat PSU/PSSU).

Kedua, keamanan (riwayat kekerasan, intimidasi dan/atau penolakkan penyelenggaraan pemungutan suara). Ketiga, politik uang. Keempat, Politisasi SARA dan ujaran kebencian. Kelima, netralitas (penyelenggara Pemilihan, ASN, TNI/Polri, Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa).
Keenam, logistik (riwayat kerusakan, kekurangan/kelebihan, dan/atau keterlambatan). Ketujuh, lokasi TPS (sulit dijangkau, rawan konflik, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan/pabrik/pertambangan, dekat dengan rumah Paslon/posko tim kampanye, dan/atau lokasi khusus). Kedelapan, jaringan listrik dan internet.
Ada pun 4 indikator Potensi TPS Rawan yang paling banyak terjadi, 2.333 TPS yang terdapat pemilih disabilitas yang terdaftar di DPT, 1.817 TPS yang terdapat pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat meninggal dunia, alih status menjadi TNI/POLRI).
Selanjutnya, 983 TPS yang terdapat Pemilih Pindahan (DPTb), 764 TPS yang terdapat Penyelenggara Pemilihan yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas.
Sedangkan 6 indikator Potensi TPS Rawan yang banyak terjadi, 436 TPS yang memiliki riwayat terjadinya kekerasan di TPS, 313 TPS yang terdapat potensi [emilih Memenuhi Syarat namun tidak terdaftar di DPT (Potensi DPK), 283 TPS yang terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS.

Selain itu ada juga, 130 TPS yang memiliki riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara mengalamai kerusakan di TPS pada saat Pemilu, 129 TPS yang terdapat kendala aliran listrik di lokasi TPS, 91 TPS yang berada di dekat rumah pasangan calon dan/atau posko tim kampanye pasangan calon.
Sementara 7 indikator Potensi TPS Rawan yang tidak banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi, 70 TPS yang didirikan di wilayah rawan bencana (contoh: banjir, tanah longsor, gempa), 66 TPS dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih.
50 TPS yang memiliki riwayat terjadinya intimidasi kepada penyelenggara pemilihan, 50 TPS yang memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat pemilu, 45 TPS yang terdapat ASN, TNI/POLRI, dan/atau Perangkat Desa yang melakukan tindakan/kegiatan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon, 43 TPS yang didirikan di wilayah rawan konflik dan 37 TPS yang terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak.
“Strategi pencegahan dan pengawasan pemetaan TPS rawan ini menjadi bahan bagi Bawaslu, KPU, pasangan calon, pemerintah, aparat penegak hukum, pemantau pemilihan, media dan seluruh masyarakat di seluruh tingkatan wilayah Sulut, untuk memitigasi agar pemungutan suara lancar tanpa gangguan yang menhambat Pemilihan yang demokratis,” ujar Linu.
Penulis: Indra Ngadiman.