Pilarmanado.com, JAKARTA – Korban mafia tanah dan konflik agraria Sulawesi Utara (Sulut), mendatangi Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senayan, Jakarta, Senin (27/05/2024).
Selain menyampaikan dugaan praktek mafia tanah di Sulut, kedatangan mereka ke Komisi II DPR, untuk meminta perlindungan dan kepastian hukum atas ketidakadilan serta tindakan semena – mena dari penguasa atas lahan yang dikelola bertahun – tahun secara turun – temurun.
Sedikitnya ada enam kasus dugaan praktek mafia tanah dan satu kasus konflik agraria yang disampaikan warga ke komisi tersebut. Keenam kasus itu adalah, sengketa tanah seluas 94 hektare milik warga di Kelurahan Paniki Bawah, 2,6 hektare tanah yang diduduki 124 Kepala Keluarga (KK) di Desa Tikela dan tanah milik keluarga Sigar, di Desa Rumbia.
Selain itu ada juga sengketa tanah milik keluarga Baginda di Kelurahan Molas, kasus salah bayar jalan tol Manado – Bitung kilometer 38+500, di Kelurahan Kakenturan Bitung dan konflik agraria tanah pertanian warga petani Desa Kalasey II, Kecamatan Mandolang, Kabupaten Minahasa.

Rombongan yang dikomandani Miranti Mahadur, sebelumnya telah mengagendakan audiensi dengan salah satu anggota Komisi II, Kamran Mochtar Pandomi, sewaktu melakukan kunjungan di Manado beberapa waktu lalu.
Dalam audiensi, Kamran Mochtar Pandomi, menerima laporan dan aspirasi warga, berlangsung di ruang kerjanya. Intinya, audensi tersebut membicarakan atau mendiskusikan kasus yang menjadi aduan masyarakat.
“Pada prinsipnya, kita semua sepakat bahwa mafia tanah tidak kita sukai, dan masalah pertanahan ini harus diselesaikan secara baik baik dengan membangun komunikasi antar masyarakat dan pemerintah,” tandas Kamran, kepada Pilarmanado.com.
Terkait masalah tersebut, Kamran mengingatkan kepada pemerintah daerah dan pemerintah pusat, membuka ruang untuk mendiskusikan dengan masyarakat yang menjadi korban.
“Persoalan tanah kurang lebih sama, tinggal niat baik dan political will (keinginan politik-red) kita untuk mau menyelesaikan persoalan ini, supaya tidak terjadi saling membiarkan antara satu dengan yang lain, sehingga tidak terjadi benturan antar masyarakat di tingkat bawah,” tukas Kamran.
Peliput: Refly Sanggel
Editor: Indra Ngadiman