Pilarmanando.com, MANADO – Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia Anti Korupsi (LSM – INAKOR) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri realisasi pembayaran pembebasan lahan proyek jalan tol Manado – Bitung, yang diduga telah diselewengkan oknum – oknum pejabat tertentu.
Pasalnya, anggaran yang dititipkan sebagai uang ganti rugi atau konsinyasi di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bitung sebesar Rp 53 miliar untuk pembebasan lahan proyek tersebut, disinyalir telah dibayarkan kepada pihak yang tidak berhak menerimanya.
Sebagaimana dituturkan salah satu keluarga ahli waris, Cores Tampi Sompotan dan kuasa ahli waris dalam pengaduannya ke LSM – INAKOR, membeberkan data yang berkaitan dengan permohonan ke Ketua Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI), terdapat item perihal permohonan pencegahan pencairan konsinyasi di PN Bitung.

Disebutkan, warga yang menyatakan diri sebagai ahli waris, semestinya berinisial HS dan penerima kuasa ahli waris berinisial MR, mengatakan, sebagai pihak ahli waris merasa sangat dirugikan.
Padahal mereka berharap, pada upaya – upaya sebelumnya, setidaknya ada pihak – pihak dari institusi berkompeten dapat membantu setidaknya meneliti mendalam atas sejumlah dokumen yang mereka pegang, sebagai dasar untuk mempertahankan hak yang diperjuangkan sejak 1965 silam.
“Kami harusnya diberi ruang untuk seutuhnya menggunakan hak hukum dalam memperjuangkan, guna memperoleh keadilan atas tanah yang sudah dibangun gerbang tol Bitung – Manado tersebut,” ujar Cores.
Sementara hasil wawancara LSM – INAKOR pada awal dan pertengahan Januari 2025 dengan beberapa ahli waris sebenarnya, menyebutkan, kalau pihaknya telah ditetapkan sebagai pemilik sah, atas tanah sengketa berdasarkan putusan MA Nomor: 137PK/Pdt/1994 tgl 30 April 1998, dan telah dilakukan eksekusi berdasarkan Penetapan Ketua PN Bitung, tertanggal 9 Agustus 2004 Nomor: 12/Pen.Pdt.G/2004/PN.Btg dan telah telah terbit Sertifikat HGB 01 Tahun 2004, atas nama Julianus Sompotan dkk.
Sebagai perwakilan keluarga, mereka bersedia hadir apabila diperlukan guna penjelasan lebih lanjut dan atau verivikasi terhadap dokumen – dokumen pendukung dalam upaya hukum lanjut, termasuk bersedir menghadirkan dokumen berita acara pemeriksaan laboratorium kriminalistik, sebagai bukti untuk mengungkap kebenaran dan mencegah terjadinya kerugian negara sejumlah Rp 53.187.864.987, dengan pertimbangan jika dibayarkan kepada pihak yang salah.

Sejumlah informasi yang dihimpun LSM – INAKOR menyebutkan, pencairan konsinyasi telah direalisasikan kepada pihak tertentu yang berhak oleh PN Bitung. Hal itu dilakukan PN karena dinilai semua gugatan sudah berproses dan inkrah, termasuk gugatan HS.
Diketahui juga kalau pencairan dana konsinyasi telah dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama pergantian kerugian bangunan senilai kurang lebih Rp 3 miliar pada 2021.
Sedangkan untuk tahap dua kurang lebih 50 miliar, dilakukan pada 24 Desember 2024, atas pembayaran ganti kerugian tanah berikut bangunan di atasnya seluas 11.763 m2, yang terletak di Kelurahan Pateten, Kota Bitung.
Berdasarkan fakta – fakta tersebut, LSM INAKOR meminta KPK menelusuri temuan warga tersebut. LSM – INAKOR menilai, KPK bisa menelusuri jika memang ada indikasi pelanggaran ketentuan di bidang pertanahan dan tahapan bidang lain, berupa tindakan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara

“Penelusuran perlu karena penting bagi semua Aparat Penegak Hukum (APH), terkait pemberantasan korupsi yang sudah menjadi atensi Presiden Prabowo Subianto, untuk mendukung program pemerintah Asta Cita saat ini,” kata Ketua Harian Dewan Pimpinan Nasional (DPN) LSM – INAKOR, Rolly Wenas Kamis (23/01/2025).
Dia mencontohkan, dalam penelusuran yang pernah dilakukan KPK,terdapat sejumlah pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi pengadaan lahan dan dijerat dengan sangkaan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi , sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana.
Dengan dasar itulah, Rolly pun memastikan korupsi masih menghantui pengadaan tanah untuk infrastruktur saat ini. Ditandaskannya, sepanjang ada bukti kuat dan saksi valid, setiap korupsi yang terjadi wajib ditindalanjuti.
Penulis: Refly Sanggel
Editor : Indra Ngadiman