“Perkara dana hibah bukanlah perkara menyangkut personal (perorangan-red), tetapi menyangkut korporasi atau badan hukum. Itu sebabnya, tidak tepat jika tanggung jawab kerugian diarahkan kepada klien kami”.
Dr Santrawan Totone Paparang, SH, MH, M.Kn, koordinator kuasa hukum AGK.
Pilarmanado.com, MANADO – Kehadiran Asiano Gamy Kawatu (AGK) dalam sidang praperadilan dana hibah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut), menyisakan cerita sedih bagi keluarganya, Kamis, (05/06/2025).

Betapa tidak, ruang sidang yang sebelumnya tenang meski disesaki pengunjung, mendadak berubah manakala AGK memasuki ruang Prof Dr Muhammad Hatta Ali, Pengadilan Negeri (PN) Manado, tempat digelarnya sidang tersebut.
Sejumlah keluarga yang melihat AGK tak kuasa menahan tangis. Terlihat beberapa perempuan terisak sambil menutup mulut mereka dengan telapak tangan. Bahkan mereka sempat bergumam ‘Oh Kasiang Gamy’.
Lain halnya dengan AGK, meski terlihat tegar, namun sulit bagi dia menyembunyikan rasa harunya. Meski demikian, AGK yang mengenakan kemeja putih dibalut jaket orange, terus berjalan hingga ke pembatas yang memisahkan tempat duduk pengunjung dengan areal sidang.

Namun, atas permintaan koordinator kuasa hukumnya, Dr Santrawan Totone Paparang, SH, MH, M.Kn dan mendapat persetujuan dari hakim praperadilan, Ronald Massang, SH, MH, AGK dibolehkan melepaskan jaket orangenya dan selanjutnya menuju ke tempat duduk di samping kuasa hukumnya.
Sidang yang menyita perhatian banyak pengunjung itu, mendapat pengawalan ketat dari sejumlah personil kepolisian. Mereka terlihat sigap namun ramah, meski tidak dilengkapi senjata lengkap.
Menariknya, dalam persidangan, AGK diberikan kesempatan oleh hakim Ronald, untuk mengajukan pertanyaan. Pada kesempatan itu, AGK pun menanyakan, ‘Apakah Seseorang Yang Menjalankan Perintah Atasan Dapat Dipidana’.
Sementara kuasa hukum pemohon saat memberikan keterangan pers usai persidangan menegaskan, pihaknya mampu membuktikan kebenaran praperadilan yang diajukan dalam persidangan.
“Pada prinsipnya, semua sudah terbuka. Ahli pidana mengatakan, mulai dari laporan informasi, penyelidikan, penyidikan, penetapan tersangka, penahanan adalah cacat formil, cacat juridis dan batal demi hukum,” kata Santrawan.
Kuasa hukum pemohon lainnya Hanafi Saleh, SH dalam pendapatnya mengatakan, tidaklah rasional jika pada termin 2022, jumlah yang disalurkan berjumlah Rp 7,5 miliar, sementara kerugian negara mencapai Rp 8,9 miliar.

“Bagaimana mungkin masalah itu terjadi. Sudah begitu, tanggung jawabnya harus dibebankan kepada klien kami. Inilah hal yang sangat penting, dan kami yakin fakta hukum akan menjadi pertimbangan hakim yang mengadili perkara ini,” kata Hanafi.
Senada dengan Hanafi, pendapat yang juga disampaikan kuasa hukum pemohon lainnya, Zemmy Leihitu. Menurut dia, hasil persidangan yang menentukan bukannya pemohon atau termohon, melainkan hakim yang mengadili perkara tersebut.
Penulis: Indra Ngadiman.