“Kami (Gekira) memahami dengan pernyataan yang disampaikan Stafsus Menteri HAM. Intinya bagi kami, proses hukumnya harus tetap berjalan hingga ke pengadilan, karena tidak ada yang kebal hukum di negara ini. Semua manusia sama derajatnya di mata hukum.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gekira, Dr Santrawan Totone Paparang, SH, MH, M.Kn.
Pilarmanado.com, MANADO – Lembaga bantuan Hukum (LBH) Gerakan Kristiani Indonesia Raya (Gekira) menyambut baik pernyataan Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemen-HAM), yang menyebutkan kalau permintaan penangguhan penahanan terhadap 7 pelaku perusak Villa Doa, Cidahu Puncak, masih sebatas usulan.
Selain itu, LBH Gekira yang merupakan sayap Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) juga tidak menampik dengan usulan Kemen HAM yang disampaikan staf khusus (Stafsus) Menteri HAM, Thomas Harming Suwarta, yang menawarkan langkah restorative justice, sebagai jalan penyelesaian menciptakan rekonsiliasi dan perdamaian.

Menanggapi usulan tersebut, LBH Gekira akan mempertimbangkannya dengan melakukan kajian hukum dan kemanusiaan, sehingga tidak berdampak negatif apalagi trauma, baik terhadap korban, keluarga korban, maupun keluarga besar Umat Kristiani di Indonesia.
“Tawaran restrorative justice dalam konteks mengampuni perbuatan hukum para pelaku, buat kami sah – sah saja. Hanya saja, upaya tersebut tidak menghapus perbuatan pidana,” ujar Santrawan, kepada Pilarmanado.com, Sabtu, (05/07/2025).
Masalahnya tandas Santrawan, perbuatan pidana para pelaku telah terbukti secara sah, sehingga perlu ada efek jera, berupa hukuman dari hakim (lembaga peradilan-red).
Sebaliknya jika dibiarkan, perbuatan – perbuatan serupa akan terus terjadi, lantaran adanya jaminan dari pihak – pihak tertentu. Kejadian tersebut menurut dia, selain menimbulkan permusuhan antar sesama pemeluk agama, juga dapat menghancurkan stabilitas negara yang dijaga turun – temurun.
“Kami juga mengimbau pihak – pihak tertentu dapat menahan diri dan membiarkan kepolisian menuntaskan masalah tersebut. Karena proses hukumnya masih berjalan, marilah kita bersama – sama menghormatinya,” imbau Santrawan.
Pada kesempatan yang sama, Santrawan juga mengingatkan pemerintah dan isntasi terkait untuk melakukan tindakan, berupa pemulihan psikis atau pemulihan mental terhadap korban, akibat dampak dari peristiwa tersebut.

Sebelumnya, Thomas Harming Suwarta, mengatakan pihaknya baru sebatas menyampaikan usulan terkait permintaan penangguhan penahanan terhadap 7 tersangka kasus perusakan villa tempat retret siswa di Desa Tangkil, Sukabumi, Jawa Barat.
Sehingga dengan demikian belum ada langkah resmi apa pun dari Kementerian Hak Asasi Manusia mengenai hal tersebut.
“Ini baru sebatas usulan, saya memberikan masukan saja setelah saya dan tim melihat dan menemukan dinamika yang ada di lapangan. Sampai saat ini belum ada langkah resmi apa pun atau surat dari kementerian terkait usulan tersebut,” ucap Thomas kepada wartawan, Sabtu (5/7/2025).
Namun begitu dia menjelaskan, berdasarkan hasil pemantauan di lapangan, benar telah terjadi tindakan intoleransi oleh oknum-oknum yang mengganggu suasana dalam bentuk pengrusakan villa rumah warga yang digunakan sebagai tempat kegiatan retret oleh sejumlah mahasiswa.
Penulis: Indra Ngadiman.