Pilarmanado.com, MANADO – Beberapa Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) dan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Sulawesi Utara (Sulut) meminta Menteri Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) membentuk tim khusus (Timsus), untuk melakukan pengecekan fisik terhadap kualitas pembangunan jalan yang menghubungkan Wori – Likupang – Girian – Robert Wolter Mongisidi, Kota Bitung.
Masalahnya, pelaksanaan pembangunan jalan senilai kurang lebih Rp 106 miliar yang melibatkan satuan kerja (Satker) I Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sulut itu, diduga melakukan sejumlah penyimpangan.
Beberapa LSM Sulut itu diantaranya, Manguni Indonesia (MI), Independen Nasionalis Anti Korupsi (INAKOR), Waraney Santiago (WS) dan Puser Minahasa atau (PM).
Dalam rilis yang disampaikan, Sabtu (07/12/2024), mereka menemukan adanya sejumlah item pekerjaan berkualitas buruk di proyek preservasi jalan, yang belum setahun dikerjakan. Selain itu, LSM Sulut juga menyorot atas kejanggalan terkait dana sisa hasil tender sebesar Rp 27 miliar.
Disebutkan, kondisi jalan tersebut bertolak belakang jiika membandingkan dengan jumlah anggaran yang mencapai angka ratusan miliar rupiah. Sebagai buktinya ditemukan beberapa kejanggalan seperti, rabat beton bahu jalan yang retak dan dinilai tidak sesuai ketebalannya.
Selain itu, terlihat juga kondisi jalan hancur pada beberapa ruas serta adanya beberapa item pekerjaan yang belum lama terpasang di beberapa titik tertentu. Kualitas seperti itu tidak hanya berpotensi kecelakaan, tetapi juga mengganggu lalu lalangnya kendaraan, karena tidak ditebangnya sejumlah pohon saat pengecoran rabat.
Ditemukan juga adanya aspal dalam kondisi tidak licin karena timbulnya bebatuan kecil dipermukaan jalan, dan kejanggalan pada item pekerjaan pasangan dinding batu serta fenomena drainase tak berfungsi baik.
Langkah pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR dalam merealisasikan anggaran negara perlu diapresiasi, sebagai bentuk pelayanan transportasi serta kepastian atau jaminan jalan nasional dalam kondisi baik.
Lebih jauh dikatakan, Kementerian PUPR menganggarkan dengan pagu Rp 133 miliar dengan nilai kontrak Rp 106 miliar untuk kegiatan preservasi ruas jalan tersebut, dengan sumber dana Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Alokasi anggaran besar untuk pembangunan yang berkaitan dengan ruas jalan Wori – Likupang, bukan hanya terjadi pada 2022 dan 2023. Sebelumnya, Kementerian PUPR melalui BPJN Sulut, juga pernah mengalokasikan anggaran senilai Rp 11 miliar dengan nama paket preservasi yang terdapat ruas Wori – Likupang pada tahun 2021.
Begitu juga pada 2020 lalu, terdapat juga alokasi anggaran senilai Rp16 miliar, dengan nama paket pekerjaan preservasi yang dalam pelaksanaannya terdapat ruas Wori – Likupang,
Tahun 2019 terdapat juga alokasi anggaran senilai Rp 10,3 miliar dengan nama paket pekerjaan preservasi yang didalamnya terdapat penanganan ruas Wori – Likupang.
Demikian juga pada 2018 terdapat realisasi anggaran Rp 10 miliar dengan nama paket pekerjaan preservasi yang didalamnya juga terdapat penanganan pada ruas jalan Wori – Likupang, untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan.
Tidaklah berlebihan jika LSM Sulut berpendapat kalau bermasalahnya pembangunan ruas jalan tersebut dapat berindikasi korupsi, akibat terjadinya penyalahgunaan keuangan negara.
Ketua LSM INAKOR, Rolly Wenas, mempertanyakan kerusakan pada titik maupun segmen item tertentu, meski pekerjaan belum lama terpasang. Dirinya menilai, proyek tersebut gagal konstruksi karena sarat dengan sejumlah kejanggalan,
“Kalau mengacu dari nilai anggaran yang sangat besar pada ruas jalan tersebut, semestinya kualitas dan mutu konstruksi masih dalam kondisi baik, bukan sebaliknya,” ujar Rolly.
Dasar itulah, dia meminta Menteri PUPR di Kabinet Merah Putih untuk menopang program Asta Cita dan program 100 hari Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, segera mengevaluasi kinerja pihak – pihak yang terlibat dalam pengerjaan proyek tersebut.
Lain halnya yang disampaikan Ketua Ormas Manguni Indonesia, Jhon Hes Sumual. Dikatakan, pada dasarnya, mereka akan melakukan perlawanan terhadap berbagai bentuk penyimpangan, dalam upaya pembangunan di daerah yang berindikasi korupsi.
“Berdasarkan hasil pantauan lapangan, kami menilai dalam pelaksanaannya sarat kejanggalan. Masyarakat mestinya mendapatkan hak manfaat nyata, untuk peningkatan ekonomi melalui layanan proyek jalan secara optimal,” tandas Hes.
Sementara Ketua Ormas Waraney Santiago, Marthin Waworuntu, menyanyangkan atas ditemukannya kerusakan pada item – item tertentu. Semestinya kata dia, uang negara sebesar itu termaksimalkan dengan kualitas jalan yang baik.
Sedangkan Ketua Ormas Puser Minahasa, Jersey Lumantow, mengatakan, pekerjaan preservasi dengan anggaran ratusan miliar, jauh dari harapan. Menurut dia, berdasarkan investigas lapangan, pekerjaan tersebut semestinya berfungsi optimal melayani lalu lintas dan dapat mereferensikan cukup lama penggunaannya.
“Bagaimana kondisi jalan akan bertahan lama, sementara yang kami dapati belum lama dikerjakan sudah ada yang mengalami kerusakan. Menurut saya, sarana yang dikerjakan terkesan asal – asalan dan harus diselidiki sampai tuntas,” katanya.
Lebih jauh dikatakan, korupsi patut dilihat sebagai benalu pembangunan. Karena jika pencegahan korupsi lemah, pembangunan infrastuktur akan tidak maksimal. Sebaliknya, jika penguatan agenda anti korupsi dapat berjalan baik, pembangunan apapun di negara ini akan bertumbuh optimal.
Penulis: Refly Sanggel
Editor : Indra Ngadiman