“Untuk penambahan pasal dan penetapan tersangka bukan mengacu kepada laporan polisi, tetapi berdasarkan alat bukti yang diketemukan oleh penyidik”.
Dr Santrawan Totone Paparang, SH, MH, M. Kn, saksi fakta pada sidang pra peradilan
Pilarmanado.com, MANADO – Penegakan hukum pidana bukan ada pada saksi, bukan ada pada Jaksa Penuntut Umum (JPU), bukan ada pada advokad dan bukan ada pada hakim, tetapi penegakan hukum pidana secara subjektif ada pada penyidik.
Sama halnya dengan penambahan pasal dalam suatu perkara, merupakan kewenangan penyidik, yang didasarkan pada alat bukti, peristiwa serta pengembangan suatu perkara.

Demikian ditegaskan saksi fakta, Dr Santrawan Totone Paparang, SH, MH, M.Kn, dalam sidang pra peradilan antara pemohon Denny Wibisono Saputra, Arianto Mulja, Subagio Kasmin, Ratna Purwati Nicolas Badarudin dan Siman Slamet, dengan Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Utara (Sulut) sebagai termohon, di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Manado, Kamis (28/08/2025).
Sedangkan menyangkut Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama John Hamenda, menurut Santrawan, merupakan suatu perbuatan kejahatan akta. Dikatakan alumni Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado Angkatan 89 itu, kejahatan akta milik kliennya itu melibatkan lima pelaku yang kini sedang menjalani proses hukum

“Akta dapat dibatalkan jika kenyataannya ditemukan ada bukti pelanggaran, berupa khilaf, paksaan dan penipuan. Namun dalam praktek hukum pidana ditambahkan yang namanya penyalahgunaan keadaan,” tandas peraih cum laude untuk program magister hukum, magister kenotariatan.
Ada pun yang menjadi inti permasalahan dalam SHM milik John Hamenda, berdasarkan kajian Pasal 1321 Kitab Undang – Undang Hukum (KUH) Perdata, terdapat unsur penipuan, bukannya wanprestasi.
“Penyalahgunaan keadaan dilakukan para tersangka dengan memanfaatkan kondisi klien kami dalam keadaan tidak berdaya. Diketahui juga para tersangka tidak melakukan upaya hukum, seperti eksekusi, jika perjanjian diantara mereka telah melewati batas waktu,” tutur peraih predikat cum laude untuk program doktoral hukum.

Dengan demikian upaya yang dilakukan para tersangka mengandung unsur melawan hukum, yaitu kejahatan kera putih atau white collar crime, karena melibatkan individu dan kelompok.
Sementara John Hamenda yang dihadirkan sebagai saksi korban, menuturkan kalau akta miliknya hanya dititipkan kepada notaris Ratna Purwati Nicolas Badarudin. Namun herannya kata John, sertifikat miliknya itu justru beralih kepemilikannya.
“Saya menitipkan sertifikat kepada notaris dan kemudian dialihkan kepada Denny Wibisono Saputra dan kawan – kawan, sebagai investor. Saya juga bilang, apakah aman sertifikat milik saya dititipkan kepada kalian,” tanya John meminta kepastian.

Namun seiring waktu, sertifikat tersebut justru berpindah tangan kepemilikannya. Dasar itulah Jhon kemudian melakukan upaya hukum berupa pra peradilan dan akhirnya dikabulkan (dimenangkan – red).
Pada kesempatan yang sama, Santrawan dan John juga menyampaikan terima kasih mereka kepada Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulut, Irjen Pol Dr Roycke Harry Langie SIK, MH dan jajarannya, yang membuka kembali perkara tersebut, sehingga menjadi terang – benderang.
Penulis: Indra Ngadiman.