Pilarmanado.com, MANADO – Kepala Sekolah Dasar (SD) Katolik Tarsisius 17 Manado, Lexie Palohoen, S.Pd mengatakan, program Full Day School (FDS) masih menunggu petunjuk dari pimpinan yayasan.
“Kami sudah mengajukan progresnya. Namun untuk pelaksanaannya, kami masih harus menunggu petunjuk. Kami sudah buat programnya sesuai arahan,” kata Lexie, kepada Pilarmanado.com.
Meskipun demikian kata dia, pihaknya sudah mulai menerapkannya meski pun belum full jam. Sebab konsekuensinya adalah biaya untuk membayar honor tenaga guru.

Alasannya sebagian besar tenaga pendidik adalah tenaga honor. Sehingga ketika ada penambahan jam tentu konsekuensinya biaya. Berbeda dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memang wajib pulang pukul 15.00 WITA.
“Kami sudah mulai dengan materi pengolahan sampah dan menyusul anti korupsi dan Bahasa Inggris,” ungkapnya.
Pada bagian lain Lexie mengatakan, sekolah dipimpinnya itu telah menggelar berbagai kegiatan lomba memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke 79 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI).
“Ada lomba mewarnai gambar Santo Trsisius yang menjadi icon sekolah, lomba koor dan bintang vokalia. Selain itu juga digelar lomba mengucapkan Pancasila dan Teks Proklamasi bagi siswa kelas kecil, 1, 2 dan 3. Kami juga menggelar lomba Peraturan Baris – Berbaris (PBB) antar guru,” tukasnya.
Khusus lomba penataan ruang kelas yang terdiri dari 7 rombongan belajar (Rombel), digelar setelah puncak HUT Proklamasi 17 Agustus. Dan untuk persiapan penataan melibatkan orangtua murid.
Bahkan tim juri diambil dari orang tua dari masing masing kelas ditambah tiga guru mata pelajaran yaitu agama, Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK) dan Bahasa Inggris.
Dikatakan, lomba penataan ruang kelas digelar dalam upaya menciptakan lingkungan yang menyenangkan bagi peserta didik dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).

Terkait implementasi kurikulum merdeka yang didalamnya ada Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), setiap upacara bendera siswa digilir untuk bertugas.
Pada HUT Kemerdekaan, siswa kelas 3 dipercayakan sebagai petugas. Guru guru pakai baju adat dan kepala sekolah bertugas sebagai pembina upacara. Meski hujan gerimis, tidak ada peserts upacara yang bergerak sampai selesai.
“Kemerdekaan diraih dengan mengorbankan nyawa. Masa’ hanya hujan mesti lari. Generasi penerus harus punya jiwa patriotisme dan rasa kebangsaan yang tinggi,” imbuh Lexie.
Penulis: Meldi Sahensolar.