Pilarmanado.com, MANADO – Akademisi mempertanyakan independensi Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Utara (Sulut), menyusul maraknya tambang emas ilegal di beberapa kabupaten/kota.
Akademisi menilai, Polda Sulut dalam menertibkan tambang emas ilegal pandang buluh. Kejadian itu terlihat jelas, menyusul masih dibiarkannya bahan – bahan kimia berbahaya, seperti sianida, arang tempurung atau air raksa masuk secara bebas.
Drs Mahyudin Damis, M.Hum, Dosen Antropologi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, mengatakan, Polda Sulut dalam menertibkan tambang ilegal, tidak boleh berpihak, tapi sebaliknya bersikap tegas dan adil, sehingga tak menimbulkan kecurigaan antar sesama penambang.

Padahal kata Mahyudin, untuk menyalurkan bahan – bahan kimia, perlu ada izin khusus, mengingat risiko yang ditimbulkan sangat membahayakan lingkungan hidup, termasuk kelangsungan hidup manusia.
“Kalau memang pernah ditertibkan, kapan, dimana dan jumlahnya berapa. Semuanya senyap tak terdengar. Bagi saya, langkah seperti ini yang perlu dibeberkan lembaga kepolisian kepada publik, secara terang – benderang,” tandas Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PW Muhammadiyah Sulut, melalui rilisnya, kepada Pilarmanado.com, Selasa (13/08/2024).
Realitanya tersebut lanjut Mahyudin, tidaklah selaras dengan nasib pemilik toko emas yang memiliki izin dagang, bukti pembayaran pajak, justru menjadi bulan – bulanan oknum polisi.
Mahyudin dalam pandangannya menyebutkan, Pasal 161 Undang – Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009, yang telah diubah dan diperbaharui menjadi UU Nomor 3 Tahun 2020, Tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara (Minerba), lebih cocok disangkakan kepada pengelola Pertambangan Tanpa Izin (PETI), bukannya ke pedagang emas yang berizin.

“Saya beberapa kali berkonsultasi dengan para ahli hukum, kalau emas itu benda bergerak dan setiap saat bisa berpindah tangan. Siapa pembeli yang harganya lebih tinggi, maka emas itu bisa menjadi miliknya secara sah, ketika telah terjadi transaksi jual beli,” imbuh Mahyudin.
Dasar itulah, dosen senior itu mengingatkan oknum polisi yang kerap terlibat dalam bisnis gelap tersebut, segera menghentikannya, karena bertentangan dengan Presisi Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan sering didengungkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.
Penulis: Indra Ngadiman