Pilarmanado.com, MANADO – Sebanyak 19 tender proyek Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Manado tahun anggaran 2022, diduga sarat persekongkolan.
Dugaan itu diketahui setelah Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Perwakilan Sulawesi Utara (Sulut), memberikan jawaban atas laporan yang disampaikan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rakya Anti Korupsi (RAKO) Sulut.
Sementara ahli pengadaan barang dan jasa pemerintah, Dr Jufri Jacob, SE, M.Si, dalam tanggapannya meragukan jawaban BPK, khususnya menyangkut penawaran dari setiap paket pekerjaan.
Disebutkan Jufri, dirinya tidak yakin dengan paket pekerjaan hanya diikuti satu perusahaan, mengingat tender tersebut dibuka untuk umum. Itu sebabnya kata dia, Pemkot Manado sebagai pemilik proyek perlu mengklarifikasinya.
“Seharusnya BPK menggali lebih dalam dengan memeriksa penawaran yang masuk dari setiap paket pekerjaan. Jangan karena ada kepentingan tertentu, atau untuk menggolkan perusahaan tertentu, proyek tersebut ditender dengan cara – cara tidak sehat,” kata Jufri.
Kecuali itu, dia juga mempertanyakan alasan nilai proyek dari ke 19 paket pekerjaan tersebut tidak disebutkan, tetapi melangkah langsung ke tahap pra kualifikasi.
Meski begitu, Jufri mengatakan kalau laporan yang disampaikan, baik oleh RAKO Sulut maupun jawaban BPK sudah memenuhi kriteria. Hanya saja imbuh Jufri, dirinya meragukan tender yang terkesan kurang peminat.
“Apakah kontraktor di Manado tidak haus proyek. Dugaan saya, proyek – proyek ini berupa titipan. Biasanya pekerjaan pasca kualifikasi banyak peminatnya,” tanya Jufri dengan mimik serius.
Padahal kata dia, pra kualifikasi merupakan penilaian persyaratan yang dilaksanakan sebelum pemasukan dokumen penawaran. Sehingga sangat rancu jika yang terjadi justru sebaliknya.
Sementara Ketua LSM Rako Sulut, Harianto Nanga, beranggapan indikasi persekongkolan sangat masif terlihat, karena proses tender pasca kualifikasi hanya diikuti satu peserta.
Dasar itulah Harianto menegaskan kalau proses seperti itu menyalahi prinsip dasar tender, Menurut dia, tender bertujuan untuk menciptakan persaingan guna mendapatkan penawaran terendah dengan kualitas terbaik.
“Dampak yang terjadi jelas pemborosan anggaran daerah. Seharusnya Walikota Manado selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) lebih bijaksana dalam mengunakan anggaran daerah, jangan sampai ada indikasi menggunakan regulasi tender pasca kualifikasi, untuk niat membagi bagi proyek kepada konsorsium yang berafiliasi dengan kepentingan politiknya,” tandas Harianto.
Padahal kata dia, dalam aturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah LKPP Nomor 12 tahun 202, tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah, intinya meliputi pelaksanaan pascakualifikasi dan penetapan calon pemenang
Lebih lanjut dijelaskan, pada tender itemized pokja, pemilihan dapat menetapkan calon pemenang lebih dari satu. Kemudian pada penetapan calon pemenang pengadaan pekerjaan konstruksi di lakukan dengan metode harga terendah,” ketus Harianto.
“Kalau demikian yang terjadi, pertanyaan saya, mana ada harga terendah kalau penawaran hanya diajukan oleh satu perusahaan,” ungkap Harianto.
Penulis: Refly Sanggel.
Editor : Indra Ngadiman