Didukung Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), GEKIRA merasa terpanggil untuk memperjuangkan nilai – nilai Kristiani, termasuk peristiwa Villa Doa Cidahu Puncak”.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gekira, Dr Santrawan Totone Paparang, SH, MH, M.Kn
Pilarmanado.com, MANADO – Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gerakan Kristiani Indonesia Raya (GEKIRA), Dr Santrawan Totone Paparang, SH, MH, M.Kn, menandaskan, kehadiran negara memposisikan sebagai penjamin terhadap 7 tersangka perusakan Villa Doa di Cidahu Puncak, Sukabumi, Jawa Barat, bukanlah sebuah solusi terbaik, karena dapat menimbulkan masalah baru.

Seharusnya kata Santrawan, pemerintah yang diwakili Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM), tidak berpihak kepada tersangka, tapi sebaliknya melakukan perlindungan hukum terhadap korban.
Selain itu, Santrawan juga mengingatkan kepada pemerintah tidak melakukan intervensi terhadap masalah tersebut, serta membiarkan perkaranya menjalani proses hukum berjalan hingga ke persidangan.
“Salah satu tugas negara adalah menjamin kebebasan setiap warganya untuk melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Ingat, kebebasan beragama dan beribadah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dijamin oleh oleh undang – undang,” tandas Santrawan, menyikapi peristiwa perusakan Villa Doa Cidahu Puncak, Jumat, 27 Juni 2025.
Pada keterangan pers yang digelar Jumat, 4 Juli 2025, Santrawan memberikan apresiasi terhadap kinerja kepolisian yang berani menetapkan 7 tersangka. Dia berharap, dengan penetapan tersebut perkaranya akan terus berlanjut ke lembaga peradilan tanpa adanya intervensi dari pihak – pihak tertentu.
Santrawan juga mengingatkan kepada pemerintah tidak bersikap acuh tak acuh terhadap perbuatan – perbuatan tercela, yang bertentangan dengan falsafah berbangsa dan bernegara.

Sebaliknya imbuh dia, negara harus tegas terhadap setiap pelanggaran yang mengganggu keharmonisan masyarakat, khususnya dalam menjalankan ibadah di mana pun di Indonesia.
“Gekira berharap perkara ini dapat terus dikawal, sehingga proses hukumnya benar – benar berjalan sesuai koridor perundang – undangan di negara ini. Apa pun motifnya, perusakan rumah ibadah jelas tidak boleh dilakukan oleh siapa pun,” imbuh Santrawan lagi.
Lebih jauh dijelaskan, kebebasan beragama merupakan hak konstitusional setiap warga. Itu sebabnya imbuh dia, Gekira sangat mendukung proses hukumnya dan biarlah hakim yang menjatuhkan vonis terhadap pelaku – pelakunya.

Sebagaimana diberitakan, Perusakan Villa Doa di Cidahu, Puncak, terjadi karena adanya kegiatan ibadah (retret) yang dilakukan di bangunan tersebut tanpa izin resmi, dan dianggap melanggar kesepakatan dengan warga setempat.
Dikabarkan, warga merasa khawatir dengan aktivitas yang berlangsung di bangunan tersebut, terutama karena adanya perubahan fungsi dari tempat usaha menjadi tempat ibadah, yang dianggap tidak melalui prosedur. Penulis: Indra Ngadiman.