“Dengan demikian, yang menjadi target pemeriksaan tidak hanya difokuskan kepada Sinode GMIM, tetapi juga terhadap seluruh organisasi penerima dana hibah, termasuk pemberian dana hibah kepada Polda Sulut, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Sulut, Olly Dondokambey, dengan nomor: 171 Tahun 2024, tertanggal 3 April 2024.”
(Dr Santrawan Totone Paparang, SH, MH, M.Kn, Koordinator Tim Kuasa Hukum Asiano Gamy Kawatu)
Pilarmanado.com – Kuasa Hukum Asiano Gamy Kawatu (AGK), memastikan meminta hakim praperadilan, untuk menghadirkan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Utara (Sulut), Irjen Pol Roycke Langie, ke persidangan, yang dijadwalkan bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Manado, pekan depan.
Upaya pemanggilan terhadap Kapolda Sulut itu, erat kaitannya dengan perkara yang menjerat AGK, dalam dugaan penyalahgunaan dana hibah dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut kepada Sinode GMIM, untuk kurun waktu 2020 hingga 2023.

Selain Irjen Langie, ada juga 8 orang lainnya yang harus dihadirkan sebagai saksi dalam perkara tersebut. Kedelapan orang itu masing – masing, mantan Gubernur Sulut, Olly Dondokambey, Ketua Badan Majelis Sinode (BPMS), Dr Hein Arina, Sekretaris Sinode GMIM, Pdt Evert Tangel, Rio Dondokambey, Steve Kepel, Fredy Kaligis, Jeffry Korengkeng dan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulut.
“Kami, kuasa hukum AGK, akan menyurat resmi kepada hakim praperadilan untuk memerintahkan memanggil delapan orang itu. Pemanggilan ini sangat penting, karena mereka merupakan saksi fakta untuk mengungkap alasan penetapan klien kami, menyangkut keberadaan dana hibah,” tandas ketua tim kuasa hukum AGK, Dr Santrawan Totone Paparang, SH, MH, M.Kn, saat memberikan keterangan pers di halaman depan PN Manado, Rabu (30/04/2025).

Kecuali itu kata Santrawan, mereka juga akan mempertanyaan keberadaan dana hibah dari Pemprov Sulut (Gubernur Olly Dondokambey) kepada Kepolisian Daerah (Polda) Sulut senilai Rp 10 miliar, termasuk meminta penegasan terkait naskah pemberian dana hibah Nomor: 001/NPHD – ORMAS/KESRA/I.2022, tertanggal 19 Januari 2022, sebesar Rp 7,5 miliar.
Kenyataannya tambah Santrawan, akumulasi yang beredar santer di sejumlah media massa, ada dugaan terjadi deviasi atau penyelewengan anggaran sebesar Rp 8,9 miliar.
Ironisnya, tambah dia, selama pihaknya mendampingi pemeriksaan AGK, tidak ada satu pun bukti yang ditunjukkan, baik oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan dan Pembangunan (BPKP) atas hasil audit investigatif, mengenai bobolnya dana tersebut.

“Kalau demikian, deviasinya kemana. Jangan klien kami diminta pertanggungjawaban secara akumulasi. Kalau memang pemberian dana hibah dilarang, yang juga harus diperiksa adalah menteri dalam negeri (Mendagri) sebagai pemberi kebijakan,” ketus pemilik Kantor Advokat & Konsultan Hukum pada Law Office Paparang – Hanafi & Partners, dengan suara lantang.
Dasar itulah jelas Santrawan, pihak yang paling pantas dijadikan tersangka adalah Olly Dondokambey, karena merupakan pemberi dana hibah.
Sementara kuasa hukum lainnya, Hanafi Saleh, SH, menandaskan, pada prinsipnya, kuasa hukum AGK hanya meminta komitmen penyidik Polda Sulut, untuk bersama – sama menegakkan hukum.
“Sejatinya, uang negara harus kita selamatkan bersama – sama. Tapi penyidik juga harus punya komitmen untuk tidak memilah – milah menetapkan tersangka, khususnya dalam perkara dana hibah Sinode GMIM,” ujar Hanafi, sembari menambahkan kalau AGK sebagai saksi 1, hanya memposisikan diri dari pihak pertama.

Lebih jauh Hanafi menerangkan, hibah merupakan transaksi bebas, dimana negara atau daerah memiliki kelebihan dana untuk diberikan secara cuma – cuma kepada pihak yang memerlukannya (baca: Sinode GMIM).
“Jika dana hibah diberikan ke Polda Sulut dengan alasan pengamanan pemilihan kepala daerah (Pilkada), mestinya ada pertanggungjawabannya secara utuh, sehingga dapat diketahui publik,” ujar Hanafi.
Lain halnya dengan penegasan Zemmy Leihitu, SH, yang menyebutkan kalau penyelidikan, penyidikan serta penegakan hukum oleh Polda Sulut, tumpul ke atas tajam ke bawah.
“Coba hitung berapa banyak organisasi kemasyarakatan yang menerima hibah dari Pemprov Sulut. Tapi lucunya, kenapa hanya Sinode GMIM yang diperiksa. Begitu juga dengan dana hibah yang diterima Polda Sulut, harus juga diperiksa,” kata Zemmy.

Pada bagian disebutkan, sedikitnya ada 28 organisasi masyarakat dan keagamaan yang pernah menerima hibah dari Pemprov Sulut pada 2022, pada 04 Januari 2022. Pemberian hibah berupa uang dana insentif berdasarkan keputusan Gubernur Sulut, Olly Dondokambey, Nomor 08 Tahun 2022.
Selanjutnya pada 2023 lalu, Pemprov Sulut menelorkan lagi dana hibah kepada 41 organisasi kemasyarakat dan keagamaan. Bantuan itu diberikan berdasarkan SK Gubernur Sulut, Olly Dondokambey, dengan nomor: 82 Tahun 2023, tertanggal 6 Februari 2023.
Di tahun yang sama (2023-red), tepatnya pada 24 Februari 2023, Pemprov Sulut berdasarkan SK Gubernur Sulut Nomor: 110 Tahun 2023, kembali menyalurkan dana hibah berupa insentif daerah, kepada 35 organisasi masyarakat.

Sebelumnya, kuasa hukum AGK telah mendaftarkan kuasa di bagian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) PN Manado, atau setelah AGK menyetujui dan menandatangani surat tersebut di ruang tahanan Polda Sulut, Senin, 28 April 2025.
Selanjutnya pada hari yang sama, tim kuasa hukum menuju PN Manado untuk mendaftarkan kuasa ke bagian kepaniteraan. Hasilnya, surat kuasa yang teregristrasi dengan nomor: 544/SK/2025/PNMnd, dan telah disahkan atau ditandatangani oleh panitera, Handri Mamudi, SH, MH.
Sekadar diketahui, sedikitnya ada tujuh advokat yang bersedia menjadi kuasa hukum tersangka. Ketujuh kuasa hukum itu masing – masing, Dr Santrawan Totone Paparang, SH, MH, M.Kn, Hanafi Saleh, SH, Zemmy Leihitu, SH, Putra Akbar Saleh, SH, Marcsano Wowor, SH, Samuel Tatawi, SH dan Renaldy Muhamad, SH.
Penulis: Indra Ngadiman.