Pilarmanado.com, MANADO – Dr Wenny R.J. Lolong, SH, MH, saksi ahli dalam perkara praperadilan emas seberat 18, 73 kilogram, enggan menerangkan secara rinci pertanyaan kuasa hukum termohon, saat menyinggung belum dilaksanakan sepenuhnya seluruh amar putusan hakim pada 15 Juli lalu, oleh termohon direktorat reserse kiriminal khusus (Ditreskrimsus) kepolisian daerah (Polda) Sulawesi Utara (Sulut).
Peristiwa itu terjadi dalam persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli, yang digelar di ruang Prof. Dr Wirjono Prodjodikoro, SH, Pengadilan Negeri (PN) Manado, dipimpin hakim tunggal, Erni Lily Gumolili, SH, MH, Selasa, (17/09/2024).

Saksi ahli yang juga pengajar di Universitas Manado (Unima), berdalih, dirinya tidak dapat menjawab secara terperinci pertanyaan kuasa hukum termohon terkait amar putusan hakim, karena belum membaca dan mempelajarinya secara keseluruhan.
Namun begitu, saksi ahli mengakui kalau amar putusan dapat langsung diberlakukan saat hakim praperadilan membacanya. Sedangkan di sisi lain, saksi ahli menyebutkan penyidik berwenang menetapkan seseorang kembali menjadi tersangka setelah memenuhui paling sedikit dua alat bukti baru, sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Per-MA) Nomor 4 Tahun 2016.

Sedangkan menyangkut amar putusan yang belum dilaksanakan, namun telah dilakukan kembali proses penyelidikan dan penyidikan oleh penyidik, menurut saksi ahli, tergantung dari timing (pengaturan waktu-red) dan pemanfaatan hukum.
“Saya tidak bisa menjawab secara bebas ketika masih terjadi perdebatan di suatu area yang disebut timing. Area kedua adalah terminologi dari pada menjalankan amar putusan. Saya tidak mau menjawab sesuatu pendapat yang menurut saya masalahnya belum clear (jelas-red),” ujar saksi ahli.
Terkait sah tidaknya penyelidikan dan penyidikan baru, imbuh saksi ahli, mungkin ada kewewenangan dari lembaga lain yang bisa mempertanggungjawabkan, apakah telah dijalankan atau tidak, sehingga dirinya dapat menjelaskan secara utuh.
Sementara kuasa hukum dari kantor Advokat & Konsultan Hukum pada Law Office Paparang – Hanafi & Partners. yang ditemui wartawan usai persidangan menandaskan, dalam penjabaran pertanyaan, itu bisa dikualifisir sebagai contempt of court atau penghinaan terhadap badan peradilan.

Disebutkan, keputusan praperadilan mutlak karena ada azas yang mengatur. Praperadilan kata Santrawan, tidak bisa dibanding, dikasasi bahkan dilakukan upaya peninjauan kembali.
“Dengan demikian, apa yang diputus oleh hakim peradilan hendaklah dianggap benar. Kenapa, karena putusan itu sudah mengikat sehingga wajib dilaksanakan. Kenyataannya, pada tanggal 15 Juli 2024, begitu putusan praperdilan dibacakan belum dilaksanakan, pada tanggal yang sama dibuat juga laporan informasi oleh pihak direktur reserse kriminal khusus, Polda Sulawesi Utara,” ketus kuasa hukum pemohon, Dr Santrawan Totone Paparang, SH, MH, MK.n.

Dasar itulah tambah peraih predikat cum laude untuk program strata satu hukum, magister hukum dan kenotariatan serta program doktoral ilmu hukum, dia bersama semua rekan penasehat hukum, yakin dan mampu membuktikan permohonan praperadilan telah sesuai mekanisme atau prosedural.
Sementara kuasa hukum pemohon lainnya, Hanafi Saleh, SH, mengatakan, mekanisme dalam suatu putusan praperadilan, wajib dijalankan pihak termohon tanpa syarat apa pun, sebagaimana yang disimpulkan hakim praperadilan.
“Keputusan hakim wajib hukumnya untuk dihargai termohon. Sebaliknya jika tidak diterbitkan termohon, maka bagi kami, haram hukumnya untuk dilakukan penyelidikan yang baru, dan itu dapat dikategorikan sebagai bentuk pembangkangan,” kata Hanafi.
Penulis: Indra Ngadiman.